2 Komentar
Bagi anda yang ingin mempunyai filenya, silahkan download di link di bawah ini!



Makalah Studi Tokoh Pendidikan Islam (KH. Syeh Ahmad Rifa’i)

Makalah Studi Tokoh Pendidikan Islam (KH. Syeh Ahmad Rifa’i)


BAB I
PENDAHULUAN

Sekitar abad ke-19 di daerah pantai Jawa Tengah muncul sebuah gerakan keagamaan yang kemudian lebih dikenal sebagai gerakan Rifa’iyah. Sartono Kartodirdjo, seorang ahli sejarah Indonesia, mentipologikan gerakan yang dimotori K.H. Ahmad Rifa’i ini sebagai puritanical orthodox moslem revivalism, yaitu gerakan pemurnian Islam yang hendak mengembalikan praktik keislaman masyarakat Jawa kepada tradisi Islam masa awal.

Disamping sebagai pemimpin gerakan Rifa’iyah, K.H. Ahmad Rifa’I juga disebut sebagai tokoh pemikir sekaligus tokoh pembaharu Islam Indonesia abad ke-19 M. Sehubungan dengan hal di atas ia dapat dipandang juga sebagai peletak dasar bangunan pendidikan bangsa Indonesia.

Diantara karya-karyanya terdapat beberapa kitab yang membicarakan tentang pendidik (guru) yang akan dibahas dalam skripsi ini. Kitab-kitab tersebut antara lain Kitab Bayan, Athlab, Syarkh Al Iman, Riayat Al Himmat, Khusn Al Mithalab, dan masih banyak kitab lainnya yang menyinggung tentang pendidik secara sekilas.

Maka melihat sumbangan ilmunya terhadap pendidikan di Indonesia maka penulis merasa tertarik untuk mendiskusikan makalah ini. Semoga apa yang penulis tulis dapat bermanfaat untuk pembaca.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Ahmad Rifa’i

Nama lengkap K.H Ahmad Rifa’i adalah Haji Muhammad Rifa’i bin Muhammad Marhum Bin Abu Sajuk alias Raden Sukowijoyo.  Beliau dilahirkan pada tahun 1786 M atau 1200 H, di Desa Tempuran yang terletak di sebelah selatan Masjid Beasar Kendal. Sejak kecil Beliau telah ditinggalkan ayahnya dan kemudian beliau diasuh oleh kakeknya bernama KH. Asy’ari, seorang ulama terkenal di wilayah Kaliwungu yang kemudian membesarkannya dengan pendidikan agama. 

Masa remajanya berada dalam lingkungan kehidupan agama yang kuat karena Kaliwungu merupakan wilayah yang sejak dulu terkenal sebagai pusat perkembangan Islam wilayah Kendal dan sekitarnya. Dilingkungan inilah beliau diajarkan bermacam-macam ilmu pengetahuan agama Islam. 

Dengan didikan KH. Asy’ari, beliau berhasil menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan dalam waktu yang relatif singkat. Beliau berhasil menguasai ilmu Qur’an,  Nahwu, Sharaf, Ilmu Badi’, Ilmu Mantiq, Ilmu Arud, Ilmu hadits, dan ilmu-ilmu agama lainnya. 

Setelah hidup berkeluarga pada umur 30 tahun sekitar tahun 1230 H/1816 M, Ahmad Rifa’I menunaikan ibadah Haji dan menunutut ilmu ke Mekkah. Selama delapan tahun di Mekkah beliau mendalami ilmu-ilmu agama dengan kitab-kitab ulama’ salaf melalui jalur para guru kenamaan yang mengajar di Masjidil Haram Mekkah dan Madinah. Di Mekkah Syeikh Ahmad Rifa’I menerima ilmu agama dari Syeikh Isa Al Barawi, Syeikh Faqih Muhammad bin Abdul Aziz Al-Jaisyi ( Al-Habisyi ) dan Syeikhul A’dham Ahmad Utsman dengan berfaham Ahlus Sunnah wal Jama’ah. 

Setelah delapan tahun di Mekkah dan Madinah, Syeikh Ahmad Rifa’I melanjutkan studinya di Mesir, beliau memilih Mesir karena disana terkenal masih kental dengan pemikiran-pemikiran Madzab Syafi’I dan Fatwa Qoul Jadid Imam Syafi’i, dan disana beliau bermukim selama 12 tahun.

Setelah 20 tahun menuntut ilmu di Timur Tengah, beliau bermaksud pulang ke Kampung halamanya. Ditengah perjalanan beliau berdiskusi dengan sahabat-sahabatnya setanah air Indonesia yang beliau kenal sewaktu menuntut ilmu di Mekkah yaitu Syeikh Nawawi dari Banten dan Syeikh Muhammad Kholil dari Madura. Mereka sepakat akan berdakwah dan menyebarkan syariat islam di Indonesia dan mendirikan pondok pesantren. 

Sepulang dari Makah beliau menetap di Kendal. Akan tetapi, setelah kawin dengan janda dari Demang Kalisalak (salah satu desa di Batang), beliau pendah ke wilayah itu dan mendirikan pondok pesantren di sana. Semula pesantren ini hanya dikunjungi anak-anak, tetapi dalam perkembangan berikutnya banyak pula orang dewasa yang datang dari berbagai kota.  Beliau mendirikan sebuah pondok pesantren sebagai tindakan taktis Rifa’i untuk menyebarkan ide-idenya. Melalui lembaga pendidikan ini minimal diperoleh dua keuntungan pertama penggalangan masa guna mendukung ide-ide kritisnya. Kedua penyadaran dan penggerakan masa melalui lembaga pendidikan ini dapat menghindarkan dirinya dari kuntitan dan keganasan pemerintah Belanda.
Tokoh yang pemberani ini akhirnya harus menghadap kepada Illahi di pengasingan tepatnya pada hari kamis legi tanggal 25 Rabiul Awal H atau 1872 M dalam usia 86 tahun.  

B. Setting Sosial
Ketika pertama kali Rifa’i menghirup udara segar pada tahun 1786 kehidupan keagamaan di Kendal tengah begitu pengap dan gersang, segala sesuatu yang berhubungan dengan agama selalu mendapat tekanan dari pemerintah Belanda, yang tentu saja sangat berpengaruh pada perkembangan kehidupan keberagamaan umat Islam. Di tambah lagi dengan iklim keagamaan yang sangat lekat dengan singkritisme dan khurafat. Dalam situasi seperti itulah Rifa’i tumbuh dan berkembang.

Pada saat itu moral dan akidah umat Islam Indonesia khususnya di Jawa amat merosot. Bahkan dapat dikatakan kondisi umat Islam mengalami kemunduran disegala bidang. Ini akibat tekanan pemerintah Belanda terhadap setiap gerakan massa. Setiap ada upaya untuk memajukan peradaban moralitas bangsa selalu menemui jalan buntu. Apabila terdapat suatu kegiatan sosial apalagi keagamaan yang menjanjikan kemajuan diawasi dengan sangat ketat bahkan sering dibubarkan. Tokoh penggeraknya dipenjarakan atau diasingkan, sangsi inilah yang sering membuat jera para tokoh Islam untuk memajukan umat. Bangsa Indonesia tidak diberikan kesempatan bersekolah, kecuali orang-orang tertentu, itupun dengan kewajiban pegawai berloyalitas tinggi kepada pemerintah Belanda. Dengan kata lain pada waktu itu bangsa Indonesia benar-benar dalam keadaan yang hampir-hampir tidak mempunyai harkat dan martabat.

Dalam kondisi seperti inilah Rifa’i tertantang untuk menyumbangkan pemikirannya untuk memajukan peradaban umat Islam. 

Dimata pemerintah Belanda, sosok Rifa’i adalah ulama yang dipandang dapat mengancam stabilitas politik karena dalam mengajarkan agama sering bersinggungan dengan keberadaan pemerintah Belanda di Indonesia. Kata-kata kafir, fasik dan zalim sering dipakai oleh Ahmad Rifa’i untuk memberi predikat kepada penguasa Hindia Belanda atas tanah Jawa untuk memberikan legitimasi terhadap sikap yang harus diambil oleh umat beragama agar tidak tunduk kepada pemerintah. Sebagai figur yang terisolir dari lingkungan pejabat pemerintah kolonial, ia bukan saja menentang pemerintah, tetapi juga para pegawai pemerintah seperti penghulu, demang, dan bupati yang dianggapnya telah tersesat karena mengikuti kemauan “raja kafir”.  Dan akhirnya beliau dipindahkan dari kota kendal ke wilayah pedalaman di Desa Kalisalak disebabkan tindakannya yang mengakibatkan adanya “kekacauan”.

Kepindahan diwilayah baru ini, semakin menumbuhkan solidaritas dikalangan pengikutnya, lagi pula letak geografis wilayah Kalisalak yang jauh dari percaturan kota, menjadikannya kurang terawasi oleh pemetintah. Akibatnya, ia memilki keleluasaan untuk mengobarkan sikap anti pemerintah. Ia semakin tajam menyerang pemerintah melalui tulisan-tulisan dalam kitab yang dikarangnya maupun surat yang dikirimnya secara langsung kepada pejabat pemerintah.

Ungkapan yang mengandung ajakan untuk mengisolasi umat Islam dari pemerintah terdapat dalam beberapa syair berikut ini :

Tanbihun, wong kafir mlebu negoro Islam
Dadi raja negoro Jawi wus dawan
Iku satrune mukmin khas lan awam
Iku fardhu ain diperangi kafaham

Artinya :
Peringatan, orang kafir masuk negara Islam
Manjadi raja negara Jawa cukup lama
Itu adalah musuhnya orang mukmin
Adalah fardhu a’in untuk diperangi. 

C. Karya- Karya Ahmad Rifa’i

Kitab-kitab yang berisikan ajaran TARAJUMAH karangan KH. Ahmad Rifa’i yang dituliskannya sejak tahun 1225 H sebanyak 53 buah yang isinya mencakup tiga bidang ilmu agama Islam yaitu ilmu Ushuludin, ilmu Fiqih dan ilmu Tasawuf.  Di antara contoh-contoh kitabnya, dapat di identifikasikan sebagai berikut :

1. Syarih al-Iman

Kitab ini ditulis pada tahun 1255 H/ 1840 M dalam bentuk prosa bercampur dengan syair sebanyak 16 koras, yang jika dihitung sebanyak 169 halaman. Secara global kitab ini berbicara mengenai iaman, sesuai namanya yaitu Syarih al-iman, namun dalam penuturannya lebih mengfokuskan pada penituran mengenai orang-orang kafir dan nasibnya serta penekanan agar orang Islam menjauhi mereka sehingga tidak menjadi pengikutnya. 

2. Ri’ayah al-Himmah

Kitab ini ditulis pada tahun 1266 H/1851 M, terdiri atas dua jilid berisi 25 koras atau 500 halaman. Sebagaimana tertera pada bagian sampulnya, ia membicarakan tiga masalah dalam Islam yaitu Ushul, Fiqh, dan tasawuf.

3. Kitab Bayan

Kitab ini ditulis pada tahun 1256 H, dalam bentuk Nazham terdiri atas empat bagian yang keseluruhan berisi 19 koras (380 halaman). Kitab ini membicarakan ketentuan orang yang akan menjadi guru, namun dalam pembicaraannya mengandung unsur-unsur provokasi anti ulama-ulama yang membantu pemerintah Hindia Belanda.

4. Tasyriha al-Muhtaj

Kitab ini ditulis pada tahun 1266 h, terdiri atas 10 koras (200 halaman) dan membicarakan tfiqh Mu’amalah mulai dari masalah jual beli sampai dengan masalah barang temuan.

5. Nazham Tasfiyah

Kitab ini ditulis dalam bentuk nazham, berisi tentang makna fatihah yang dibicarakan dalam hubungannya dengan keabsahanshalat seseorang. Bacaan fatihah dalam shalat merupakan unsur esensial yang harus diketahui makna serta bacaannya.

6. Abyan al-Hawaij

Kitab ini merupakan kitab terbesar di antara kitab Turjumah lainnya yang terdiri atas 3 jilid besar, terdiri atas tiga kitab (kitab pertama 555 halaman, kitab kedua 563 halaman, dan kitab ketiga 518 halaman). Secara garis besar, kitab ini membicarakan tentang ushul (pokok-pokok agama), fiqh (hukum Islam), dan Tasawuf.

7. Asnal Miqsad

Kitab ini ditulis pada tahun 1260 H/ 1844 M, berisi  30 koras(600 halaman). Kitab ini membicarakan tiga ilmu keislaman yaitu Ushul, fiqh, dan Tasawuf secara berurutan.

8. Tabyin al-Islah

Kitab ini ditulis pada tahun 1264 H/1847 M, berisi 11 koras (220 halaman), khusus membicarakan masalah perkawinan yang benar dalam pandangan Kiai Rifa’i. Oleh karena itu, judul lengkapnya adalah Tabyin al-Islah li Murid an-Nikah bi ash-Shawab (Penjelasan yang Benar Bagi Siapa Saja yang Bermaksud Melaksanakan Pernikahan secara Benar). 

D. Metodologi

KH. Ahmad Rifa’i adalah seorang ulama’ yang sangat kental dengan kehidupan pesantern dan latar belakang pendidikan Timur Tengah, sehingga pada waktu beliau mengajar di pesantren banyak menggunakan referensi kitab-kitab kuning dengan menggunakan metode pengajaran sorogan dan bandungan (ceramah).   Penjelasannya yaitu :

1. Metode Dakwah

Untuk memperoleh hasil maksimal dalam menawarkan ide pembaharuan dan pemurniannya, Syaikh Ahmad Rifa’i menerapkan enam metode dakwah ialah sebagai berikut:

a. Menerjemahkan Al-Qur’an

Hadits dan kitab-kitab bahasa Arab karangan ulama dahulu ke dalam bahasa Jawa dengan huruf Arab pegon berbentuk nadzam atau syair empat baris dan dengan gaya tulisan merah hitam. Gaya ini disesuaikan dengan budaya tulis menulis bangsa Indonesia sejak zaman Sultan Agung Kerajaan Mataram pada Abad XVI.

b. Mengadakan kunjungan silaturrahmi atau anjangsana dari rumah ke rumah family dan masyarakat lingkungan untuk menjalin kerja sama yang harmonis, dan menyusun kekuatan untuk membentuk gerakan yang bersifat sosial keagamaan.

c. Menyelenggarakan pengajian umum dan dakwah keliling ke daerah yang penduduknya miskin materi dan agama guna membendung arus budaya asing ( westermisasi ), dan sekaligus mencari dukungan masyarakat yang merasa tertindas.

d. Menyelenggarakan diskusi dan dialog terbuka di masjid, surau, pondok pesantren dan tempat-tempat lainnyauntuk mempercepat proses pembaharuan dan pemurniannya.

e. Mengadakan kegiatan kesegaran jasmani sebagai sarana tukar informasi dengan masyarakat, terutama generasi muda yang militant di daerahnya.

f. Mengadakan gerakan protes sosial keagamaan terhadap ulama resmi, penghulu dan semua pihak Belanda.

g. Dan untuk mempererat hubungan antara guru dengan murid, antara murid dengan murid, diterapakan pula metode pendekatan melalui tali pernikahan antara anak guru dengan murid terpilih, antara murid dengan murid, antar anak murid kemudian antar kampung. 

2. Metode Pendidikan dan Pengajaran

Dalam mengembangkan pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren kalisalak, Syaikh Ahmad Rifa’i menerapkan metode melalui 4 tahapan, yaitu:

a. Tahapan pertama ( mubtadi )

Seorang santri harus belajar membaca kitab tarajumah terbatas pada tulisan arab bahasa jawa. Sistem pengajian ini disebut ngaji ireng atau ngaji makna. Mengerjakan satu persatu huruf kemudian merangkum menjadi bacaan kalimat dan seterusnya.

b. Tahapan kedua ( mutawasith )

Mengaji dalili-dalil alquran, hadits, dan qaulul ulama yang terdapat didalam kitab Tarjamah, ditekan pula para santru dalam membaca dalil-dalil berbahasa arab harus sesuai dengan tata cara yang diatur didalam ilmu tajwid alquran.

c. Tahapan ketiga ( muntaha/ penghabisan )

Mengaji Abang dan Ireng digabungkan menjadi satu bacaan, dan terbatas pada dalil atau lafal dengan makna dari kitab tarjamah. 

d. Tahap keempat ( amaliyah/ pengalaman )

Mengaji pemahaman maksudnya yang terkandung dalam kitab tarjamah, karena hampir setiap kalimat atau lafad mempunyai arti harfiyah dan tasrifiyah, yang tentunya membutuhkan suatu pemahaman yang dalam.

Ke empat tahapan ini sering disebut dengan “ pengajian sorogan “. Sistem pengajian tahapan terakhir ini biasanya dibacakan oleh Ahmad Rifa’i sendiri kemudian santri mendengarkan keterangan beliau.  
Dalam menyebarkan ajaran Islam dalam masyarakat Islam di Jawa agaknya beliau mengikuti jejak wali songo yaitu dengan pendekatan sosial budaya. Beliau menekankan pada pengajaran budi pekerti luhur dengan cara mendekatkan diri kepada Allah.

Agar masyarakat Islam di Jawa dapat dengan mudah memahami isi kitab-kitab kuning yang notabene berbahasa arab Rifa’i banyak menerjemahkna kitab-kitab tersebut ke dalam bahasa Jawa. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa metode yang digunakan oleh KH. Ahmad Rifa’i adalah Metode sosiologis. 

E. Teori

Universal Islamic Religion adalah teori pendidikan yang digunakan oleh KH. Ahmad Rifa’i. Yaitu suatu teori yang mencoba menerapkan seluruh ajaran islam secara kafah dalam segala lini kehidupan. Rifa’i melihat ketertinggalan umat islam karena umat islam tidak secara kaffah menjalankan ajaran lamanya. Hal ini terlihat adanya dikotomi ilmu pengetahuan di kalangan umat islam, mereka kurang memperhatikan ilmu keduniaan yang mengakibatkan kemunduran peradapan umat islam. 

F. Ide Pokok

1. Rukun Islam hanya Satu

Ajaran Tarajumah Syaikh KH. Ahmad Rifa’i yang sering menjadi tanda tanya bagi kalangan umat Islam, terutama mereka yang kurang mendalami hukum-hukum Islam, ialah masalah “ Rukun Islam hanya Satu”. Karena sudah tertanam dalam hatinya dari kecil, bahwa rukun-rukun Islam ada lima. Dan rukun-rukun Islam yang lima itu ialah rukun-rukun (tiang-tiang) seperti rukun-rukun rumah. Apabila tidak sempurna,tidak berdiri islamiyah, sebagai rumah yang tidak cukup tiang-tiang itu tidak dapat berdiri. Padahal kenyataannya mayoritas umat Islam khususnya di Indonesia belum mengamalkan rukun-rukun Islam secara sempurna atau islamnya hanya membaca dua kalimat syahadat. 
Rukun Islam yang satu adalah sebagai syarat daripada rukun-rukun Mukammilat yang empat. Sedangkan rukun-rukun mukammilat seperti sholat, zakat, puasa dan haji adalah sebagai masyruut, yang disyarati oleh rukun Islam yang hanya satu yaitu membaca dua kalimat syahadat. 


2. Sholat tarawih tidak diganti dengan qadha

Ada sebagian umat islam dijawa menuduh ajaran syeikh ahmad rifa’i bertentangan dengan islam. Karena mengajarkan tentang sholat tarawih bisa diganti dengan sholat qadha. Tujuan seperti itu, bisa dimungkinkan adanya informasi sepihak yang sengaja disebarluaskan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk memecah belah umat islam, agar ajaran rifaiyah tidak bisa berkembang dengan pesat. 

G. Analisis

KH. Ahmad Rifa’i adalah seorang ulama’ yang sangat kental dengan kehidupan pesantren dan latar belakang pendidikan Timur Tengah, sehingga pada waktu beliau mengajar di pesantren banyak menggunakan referensi kitab-kitab kuning dengan menggunakan metode pengajaran sorogan dan bandungan (ceramah). 

Dimata pemerintah Belanda, sosok Rifa’i adalah ulama yang dipandang dapat mengancam stabilitas politik karena dalam mengajarkan agama sering bersinggungan dengan keberadaan pemerintah Belanda di Indonesia. 

Perkembangan gerakan kiai Rifa’i secara garis besar dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase pembentukan (formative), fase konsolidasi dan fase pengembangan. Fase pembentukan merupakan fase paling awal dari munculnya akumulasi ide-ide keagamaan KH. Rifa’i di kalangan murid-muridnya. Ideologi gerakannya terdapat dalam berbagai kitab Tarajumah. Secara sosialogis, inilah yang menjadi perhatian pemerintah karena dipandang mengganggu stabilitas pemerintahan (rust en orde). Pada fase konsolidasi, gerakan Kiai Rifa’i mengalami masa-masa kejayaan sejalan dengan bertambahnya santri dari berbagai daerah yang belajar di Pesantern kalisalak. Fase konsoldasi ini telah berhasil menciptakan komunitas Rifa’iyah diberbagai daerah dengan militansi yang kuat. Pada fase setelah kiai Rifa’i diasingkan  ke ambon, gerakan rifa’iyah mengalami kemerosotan, khususnya dipusat penyebaran Rifa’iyah yakni Kalisalak. 

Namun pada saat ini aliran rifaiyah sudah banyak pengikutnya, hampir disetiap kota ada aliran tesebut. 



BAB III
PENUTUP

Nama lengkap K.H Ahmad Rifa’i adalah Haji Muhammad Rifa’i bin Muhammad Marhum Bin Abu Sajuk alias Raden Sukowijoyo. Beliau dilahirkan pada tahun 1786 M atau 1200 H, di Desa Tempuran yang terletak di sebelah selatan Masjid Beasar Kendal. Sejak kecil Beliau telah ditinggalkan ayahnya dan kemudian beliau diasuh oleh kakeknya bernama KH. Asy’ari, seorang ulama terkenal di wilayah Kaliwungu yang kemudian membesarkannya dengan pendidikan agama.
KH. Ahmad Rifa’i adalah seorang ulama’ yang sangat kental dengan kehidupan pesantern dan latar belakang pendidikan Timur Tengah, sehingga pada waktu beliau mengajar di pesantren banyak menggunakan referensi kitab-kitab kuning dengan menggunakan metode pengajaran sorogan dan bandungan (ceramah). Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa metode yang digunakan oleh KH. Ahmad Rifa’i adalah Metode sosiologis.




DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad Syadzirin 1996. Gerakan Syaikh Ahmad Rifa’i dalam menentang kolonial belanda. Jakarta: Jama’ah Masjid Baiturrahman

Amin, M. Syadzirin 1989. Mengenal Ajaran Tarjumah Syaikh H. Ahmad Rifa’i RH. Dengan Madzhab Syafi’i dan I’tiqad Ahlisunnah wal Jama’ah. Jakarta : Jamaah Masjid Baiturrahman

Djamil, Abdul. 2001.  Perlawanan Kiai Desa. Yogyakarta: LkiS 

Sholehuddin, M. Sugeng. 2010. Reinventing Kepemimpinan Dalam Pendidikan Islam Pekalongan: STAIN Press Pekalongan

Zena, Ahmad Izzudin Ibnu. 2010.  Kamus Tarajumah. Pekalongan: Rick’Za


Post a Comment

 
Top