0 Komentar
Bagi anda yang ingin mempunyai file lengkapnya, silahkan download!
Download Makalah Sejarah Pendidikan Islam (Pendidikan Masyarakat Arab Pra Islam)

Sejarah Pendidikan Islam (Pendidikan Masyarakat Arab Pra Islam)

Sejarah Pendidikan Islam (Pendidikan Masyarakat Arab Pra Islam)


BAB I
PENDAHULUAN


Lazimnya pembahasan tentang sejarah peradaban sejarah dan kebudayaan islam oleh ahli-ahli sejarah barat maupun timur diawali dengan uraian tentang sejarah bangsa arab sebelum Islam. Hal ini memang tersas relevan, mengingat negri dan bangsa arab adalah yang pertama kali mengenal dan menerima islam. Adalah suatu fakta bahwa agama islam diturunkan di jazirah arab; karena itu sudah barang tentu bangsa arablah yang pertama kali mendengar dan menghayati dan mengenal islam.

Seajarah perkembangan masyarakat arab dalam kenyataan tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan islam. Bangsa arab adalah suatu bangsa yang diasuh dan dibesarkan Islam; dan juga Islam didukung dan berkembang luaskan oleh bangsa arab. Dengan jelas sejarah menunjukan bahwa kemajuan bangsa arab sampau menjadi bangsa besar, kuat dan bersatu adalah berkat kesetiaan dan keikhlasannya terhadap islam. Demikian pula, islam cepat tersiar dan tersear luas ke penjuru dunia, berkat peranan islam.






BAB II
PEMBAHASAN


A. Kondisi masyarakat Arab pra Islam
Selama periode jahiliyah seluruh wilayah Arab sennantiasa dalam kemerdekaannya, kecuali sebagian kecil wilayah bagian utara yang dikuasai dan diperebutkan oleh Imperium Persia dan Romawi secara bergantian. Masyarakat Arab terpecah menjadi sejumlah suku yang masing-masing memiliki seorang kepala suku. Mereka terikat persaudaraan dengan sesama warga suku. Hubungan mereka yang berlainan suku bagaikan musuh. Jika terjadi permusuhan antara suku-suku tersebut tidak ada pihak yang menjadi penengahnya, sehingga permusuhan ini dapat mengakibatkan peperangan yang dapat berlangsung beberapa tahun. Peperangan dan penyerbuan antar suku bagaikan kesibukan mereka setiap hari. Sebagian besar kehidupan mereka belum menengenal sistem hukum. Adapun hukum yang berlaku bagaikan hukum Rimba, “yang kuat menindas yang lemah”.

Dalam situasi politik seperti ini tampaklah bahwa politik masyarakat Arab terpecah–pecah, retak menjadi kepingan-kepingan disebabkan permusuhan antar suku. Kondisi ekonomi dalam penduduk Arab mayoritas miskin dan menderita. Praktis pinjam-meminjam didasarkan sistem rentan (riba), sebagaimana hal ini berlaku di masyarakat Yahudi yang memperlakukan pihak berutang secara kejam.

Meskipun belum terdapat sistem pendidikan sebagaimana layaknya pada zaman modern ini, masyarakat Arab pada saat itu tidak mengabaikan kemajuan kebudayaan. Mereka sangat terkenal kemahirannya dalam bidang sastra: bahasa dan syair. Bahasa mereka sangat kaya sebanding dengan bahasa Eropa sekarang ini.

Keistimewaan bangsa Arab dibidang bahasa merupakan kontribusi mereka yang cukup penting terhadap perkembangan dan penyebaran Islam. Hal ini Philip K. Hitti, yang diungkapkan dalam karangan Prof. K.Ali berkomentar, “Keberhaasilan penyebaran Islam di antaranya didukung oleh keluasan bahasa Arab, khususnya bahasa Arab Al Qur’an. Keemajuan kebudayaan mereka dalam bidang syair tidakdiwarnai dengan semangat kebangsaan Arab, melainkan diwarnai oleh semangat kesukuan Arab. Ghalan ibn Salamah dari suku Tsaqif dalam satu minggu mampu menciptakan sekumpulan syair,  lalu ia membacakannya dan diadakan pembahasan dan kritik sastra. Syair bangsa Arab pra Islam merupakan salah satu obyek penelitian sejarah. Syair-syair mereka menggambarkan seluruh aspek kehidupan masyarakat Arab pra Islam.

Masyarakat Arab sebelum Islam memili kesusastraan seperti puisi dan prosa. Ia diciptakan untuk mengungkapkan dan melukiskan adat istiadat, tata susila, agama, kepercayaan, kepahlawanan, peperangan, pesoana alam, dan lain-lain. Pada waktu-waktu tertentu diadakan lomba pembacaan puisi di tempat-tempat dimana orang Arab sering berkumpul. Bagi yang memenangkan lomba tersebut, maka karya puisinya akan digantug di dinding Ka’bah. Adapun tempat penyelenggaraan pembacaan puisi itu ada lah Ukaz, Majinnah, dan Zu Majjaz.

Kesusastraan berbentuk prosa pun maju pesat di daerah ini. Bentuk dari prosa bisa berbentuk lisan maupun tulisan. Masyarakat Islam ebelum Islam pada saat itu gemar sekali membacakan prosa dan cerita-cerita di saat-saat tertentu, missal saat pertemuan-pertemua resmi danhanya berkumpul-kumpul saja. Dan kebiasaan itu menjadi budaya yang berlanjut hingga Islam datang ke Arab.

Bangsa Arab pada saat itu telah memiliki kemajuan ilmu pengetahuan yang tinggi pula. Ilmu lain yang dimiliki mereka antara lain :

1. Ilmu Bangunan : hal ini dapat dibuktikan oleh kemampuan mereka membuat rumah dengan cara memahat gunung-gunung batu, mereka juga mampu membuat bangunan raksasa bernama Ma’rib yang mamapu enampung air tatkala hujan. Lalu air itu dialirkan ke rumah-rumah penduduk untuk kebutuhan sehari-hari.
2. Ilmu sejarah : paza zaman itu ilmu sejarah hanya terbatas pada silsilah keturunan saja. Mereka sangat pandai menghafal walaumun itu sangat panjang, mereka jaga baik-baik silsila tersebut karena mereka memiliki kebanggaan. Setelah kelahiran Islam, silsilah tersebut dipergunakan untuk menghafal urutan hadist atau Rijalul Hadist.
3. Ilmu Tentang Iklim : pengetahuan mereka tentang iklim pada saat itu masih sangat sederana. Mereka hanya tau kapan waktu menanam kurma, dan kapan waktu datangnyamusim dingin untuk berdagang ke Yaman, dan musim panas berdagang ke Syam.
4. Ilmu Astronomi : menurut pengetahuan mereka, bintang itu dibagi atas 12 kelompok, yaitu enam buruj utara yang terdiri dari mizan, aqrab, qus, juddi, dalwu, dan hut. Buruj selatan yaitu ; hama, seer, sarthoon, asal, dan sumbullah.

Sebutan masyarakat jahiiyyah sebagai zaman kebodoha sebenarnya adalah salah. Pengetahuan mereka amat maju dan peradabannya beraneka ragam. Zaman jahiliyah bisa dikatakan sebagai zaman dimana orang-orang Arab Jahiliyah dahulu kala memiliki sifat pembangkang kepada Tuhannya. Mereka memiliki akal pikiran namun tidak dipergunakan. Mereka bertingkah diluar aturan Tuhan.



B. Proses Pembelajaran Masyarakat Arab Pra Islam

Dalam bidang pendidikan, masyarakat Arab sebelum Islam menerapkan pola pendidikan keluarga yang diarahkan pada pemberian pembiasaan, keterampilan, sifat, dan karakter yang harus dimiliki oleh seseorang dalam kehidupan keluarga. Pendidikan dalam arti mencerdaskan masyarakat dengan memberikan ilmu pengetahuan dan ketrampilan. Pendidikan dalam arti yang kedua ini hanya menjadi milik kaum elit, itulah sebabnya, pada masa itu jumlah orang yang cerdas, dapat membaca, menulis dan menghitung jumlahnya masih dapat dihitung dengan jari. Oleh sebab itulah masyarakat Arab dimasa itu disebut dengan masyarakat jahiliyah.

Seluruh bangsa dimuka bumi ini kecuali bangsa Arab mempunyai pemerintah yang melindungi kebudayaan yang dipegang teguh hukum yang dianut, filsafat yang diciptakan, serta keindahan yang dijelmakan dalam hasil-hasil pekerjaannya, seperti pembuatan permadani, permainan catur, batu timbangan, filsafat dikalangan bangsa Yunani yang membahas kejadian, semuanya itu dilindungi oleh pemerintah negara tersebut. Sedangkan bangsa Arab tidak mempunyai raja yang dapat mempersatukannya, melarang tindakan kejam, menahan orang dzalim, mencegah peperangan; mereka juga tidak mempunyai sedikitpun hasil pekerjaannya, tidak ada peninggalan filsafat yang dianutnya, yang ada hanya syair, itupun banyak disokong oleh bangsa-bangsa asing, karena bangsa Roma mempunyai syair yang indah baik timbangannya maupun nadanya.

Ibn Khaludin juga memiliki pendapat yang hampir sama dengan pendapat diatas. Misal berpendapat bahwa kejadian yang ada pada bangsa Arab adalah suatu hal yang wajar, karena alamnya yang terlalu ganas menjadi bangsa yang gemar merampas dan condong kepada hal-hal yang tidak berguna, mereka merampas segala yang dapat diraih dengan menghindari segala resiko, mereka pergi untuk mengembalakan ternaknya dipadang. Bagi suku-suku yang bertempat tinggal dipegunungan yang sukar dilalui akan selamat dari gangguan perampas-perampas ini. Adapun yang tinggal didataran apabila tidak mempunyai pelindung atau pelindungannya lemah akan menjadi jarahan mereka yang kerap diserang dan dirampas dan akhirnya menjadi perebutan diantara suku-suku yang kuat, dan akan berpindah-pindah dari satu penguasa ke penguasa lain, yang akan mengakibatkan hancurnya suku tersebut.

Pengertian jahiliah yang tersebar luas diantara kita perlu diluruskan, karena pengertian yang tepat untuk masa jahiliyah bukanlah masa kebodohan dan kemunduran, tetapi masa yang tidak mengenal agama tauhid yang menyebbkan minimnya moralitas, dan peradaban yang hanya berdasarkan pada nilai-nilai materialistik. Pencapaian mereka membuktikan luasnya interaksi wawasan mereka saat itu, seperti bendungan Ma’rib yang dibangun oleh kerajaan aba, bangunan-bangunan megahkerajaan Himyar, ilmu politik, dan ekonomi yang terwujud dalam eksistensi kerajaan dan perdagangan, dan syi’ir-syi’ir Arab yang menggugah. Sebagian syi’ir mereka dipajang di Ka’bah.

C. Jenis-jenis Pembelajaran Arab Pra-Islam

Menurut Munir Mursyi [3] pendidikan di negeri Arab pra Islam dilaksanakan melalui peniruan dan cerita. Anak – anak tumbuh dan berkembang meniru dan mendengar hikayat orang dewasa. Kaum Arab mengekspresikan dan membanggakan nilai- nilai kemasyarakatan dalam kabilahnya melalui syair –syair. Ilmu yang mereka kenal terbagi menjadi tiga bidang ilmu pengetahuan yaitu :

1. Ilmu tentang nasab : keturunan, sejarah dan perbandingan Agama
2. Ilmu ru’ya : mimpi
3. Ilmu tenung : sihir

Kaum Arab dikenal tidak bisa baca tulis (ummi), mereka hanya mengandalkan otak dalam menghafal dan meriwayatkan syair. Oleh karena itu mereka tidak memiliki buku untuk mewariskan ilmu pengetahuan kecuali dengan menghafal.

masyarakat Arab sebelum Islam menerapkan pola pendidikan keluarga yang diarahkan pada pemberian pembiasaan, keterampilan, sifat dan karakter yang harus dimiliki oleh seseorang dalam kehidupan keluarga. Pendidikan dalam arti mencerdaskan masyarakat dengan memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan keraja. Pendidikan dalam arti yang kedua ini hanya menjadi milik kaum elit, itulah sebabnya, pada masa itu jumlahh orang yang cerdas, dapat membaca, menulis dan menghitung jumlahnya masih dapat dihitung dengan jari.


D. Kondisi Pendidikan Bangsa Arab Era Jahiliyah

Setelah kita memahami sejauhmana perkembangan ilmu pengetahuan bangsa Arab jaman Jahiliyah, berikut adalah beberapa kondisi objektik secara umum yang berkaitan dengan dasar-dasar pendidikan bangsa Arab zaman Jahiliyah.

Tujuan pendidikan bangsa Arab zaman Jahiliyah secara ringkas bertujuan untuk mempersiapkan diri untuk berkembang (maju) yang secara aksiomatik bertujuan untuk menjaga keberlangsungan hidup mereka. Maka seorang anak akan dilatih untuk melakukan pekerjaan ayahnya agar dikemudian nanti ia mampu bekerja untuk mendapatkan penghidupan (pangan), memiliki pakaian (sandang) dan memiliki ruamh (papan), dan agar mereka siap dan mampu menghadapi musuh-musuhnya dan mampu mengalahkan tantangannya. Tujuan pendidikan seperti itu di era sekarang diarahkan untuk menghasilkan sebuah produk dan pendidikan profesi, seperti teknik, kedokteran, arsitektur, seni patung, pertukangan dan jurusan-jurusan lainnya dipandang mampu menghasilkan rezeki dan meringankan beban hidup. Di atas segalanya, bahwa tujuan pendidikan pada masa Arab Jahiliyah bertujuan untuk menyebarkan tradisi baik dan menanamkan sifat-sifat akhlaqiyah yang terkenal pada masa Arab dulu.

Keluarga merupakan perantara utama dalam pendidikan bagi bangsa Arab Baduy. Keluarga biasanya mengambil seorang istri dari orang yang memiliki hubungan nasab dan keterkaitan kekerabatan untuk menjalankan pendidikan, atau memilih wanita yang dipadang paling tua dalam keluarga. Ketika seorang anak diambil dari keluarga dan ibunya, wanita (pendidik) itulah yang mengajarkan kepada anak tersebut untuk mampu membuat pakaian atau membangun rumah, darinya diperoleh pengetahuan tentang cara-cara menjauhkan diri dari musuh dan mempelajari beberapa pengetahuan praktis lainnya. Beberapa cabang ilmu yang populer itu diantaranya: berburu, melempar, membidik, mempersiapkan alat-alat tempur, membuat kerajinan bejana, menyamak kulit, memintal wol, merajut pakaian, dan belajar berjalan.

Jika dibandingkan dengan pendidikan modern, pendidikan masa itu dapat dibilang unggul. Pendidikan di zaman sekarang dapat dikategorikan kepada dua kelompok: tingkat dasar (ibtida) dan tingkat tinggi (aliyah). Dari kategorisasi ini diperoleh pemahaman bahwa diperlukan pembelajaran dan penguasaan khusus atas keduanya. Anak pada tingkat pendidikan dasar belajar mengeja, muthala’ah, ilmu hitung dan kaidah-kaidah bahasa. Sedangkan pada tingkat tinggi diajarkan ilmu-ilmu teknik ilmiah, ilmu falak, kedokteran, arsitektur, melukis, kebudayaan dan ilmu sejarah.

Berkenaan dengan kurikulum dan silabus pembelajaran pada masyarakat Arab Baduy zaman jahiliyah secara umum tidak ditemukan adanya kurikulum dan silabus yang khusus, baik dalam pendidikan keterampilan maupun peradaban. Mereka berpegang kepada peradaban, etika, dan pengetahuan melalui taqlid atau berdasarkan nasihat dan pepatah dari ayah, ibu atau orang-orang pandai cendikia dari kalangan kerabat dekat atau para tetokoh masyarakat. Terkadang mereka juga memperolehnya melalui jalan kontemplasi melalui intuisi yang tajam tentang makna-makna yang luhur, pemikiran yang kuat dan daya imajinasi yang mendalam. Di era modern, pendidikan mengacu kepada objek-objek khusus dan kurikulum-kurikulum yang sudah ditentukan, hanya saja seringkali tidak memberikan pemahaman yang bagus dan hasil yang bermutu. Pendidikan pada bangsa Arab masa jahiliyah bersifat individu, dengan demikian seorang pendidik memiliki waktu dan kesempatan khusus untuk melaksanakan proses penddiikannya. Dalam mengajarkan teknik menulis, seorang pendidik dia menggunakan “malmul” (besi/papan yang dicetak/dilukis: semacam stempel), dengan alat itu ia menuliskan materi pelajarannya pada papan tulis yang terbuat dari tanah lembut, kemudian memadatkannya dan menyerahkannya kepada muridnya setelah itu murid menyalin cetakan (hasil gurunya) pada papan tulis miliknya. Para peneliti telah menemukan alat-alat tulis tersebut di sisa-sisa reruntuhan kota mereka.

Berkenaan dengan keberadaan sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan pada masa Arab Jahiliyah, tidak ada sumber informasi yang mengakui keberadaanya. Yang ada bahwa pada masa arab Jahiliyah ada beberapa tempat dimana masyarakat berkumpul dan berhimpun di tempat itu. Tempat itu adalah pasar dan majlis-majlis kebudayaan. Pada majlis kebudayaan bangsa Arab berkumpul untuk saling mengumandangkan syair-syair dan berpidato, saling bertukar informasi dan melakukan diskusi (pembahasan) bersama berkaitan dengan kejadian-kejadian tertentu. Mereka menyebutnya dengan “anadiyah” (club), dimana salah satu dari bagiannya adalah “nadi al-Quraiys” (Club bangsa Arab Quraisy). Sedangkan pasar berfungsi sebagai tempat berkumpulnya masyarakat pada waktu-waktu tertentu untuk mengadakan jual beli. Saat itulah bangsa Arab hadir di pasar dengan segala kemegahannya, menyanyikan syair-syair, menyampaikan orasi dan saling berbalas.





BAB III
KESIMPULAN

Sebutan masyarakat jahiiyyah sebagai zaman kebodoha sebenarnya adalah salah. Pengetahuan mereka amat maju dan peradabannya beraneka ragam. Zaman jahiliyah bisa dikatakan sebagai zaman dimana orang-orang Arab Jahiliyah dahulu kala memiliki sifat pembangkang kepada Tuhannya. Mereka memiliki akal pikiran namun tidak dipergunakan. Mereka bertingkah diluar aturan Tuhan.

Dalam bidang pendidikan, masyarakat Arab sebelum Islam menerapkan pola pendidikan keluarga yang diarahkan pada pemberian pembiasaan, keterampilan, sifat, dan karakter yang harus dimiliki oleh seseorang dalam kehidupan keluarga. Pendidikan dalam arti mencerdaskan masyarakat dengan memberikan ilmu pengetahuan dan ketrampilan. Pendidikan dalam arti yang kedua ini hanya menjadi milik kaum elit, itulah sebabnya, pada masa itu jumlah orang yang cerdas, dapat membaca, menulis dan menghitung jumlahnya masih dapat dihitung dengan jari.

Menurut Munir Mursyi [3] pendidikan di negeri Arab pra Islam dilaksanakan melalui peniruan dan cerita. Anak – anak tumbuh dan berkembang meniru dan mendengar hikayat orang dewasa. Kaum Arab mengekspresikan dan membanggakan nilai- nilai kemasyarakatan dalam kabilahnya melalui syair –syair. Ilmu yang mereka kenal terbagi menjadi tiga bidang ilmu pengetahuan yaitu :

1. Ilmu tentang nasab : keturunan, sejarah dan perbandingan Agama
2. Ilmu ru’ya : mimpi
3. Ilmu tenung : sihir

Post a Comment

 
Top